Sabtu, 04 Juni 2016

Peranan Teknologi Informasi di Perguruan Tinggi

     Dengan perkembangan teknologi informasi secepat yang terjadi dewasa ini, hampir tidak ada bidang yang tidak dirambahnya, tidak terkecuali di dunia pendidikan tinggi. TI tidak hanya berguna untuk hal-hal yang memang secara langsung mengeksploitasi potensi teknologi, tapi juga mendorong munculnya cara-cara baru dalam melakukan pekerjaan/kegiatan. Adalah tugas perguruan tinggi untuk memanfaatkan perkembangan TI sebaik-baiknya untuk kepentingan penyelenggaraan layanan pendidikan tinggi yang berkualitas dan terjangkau oleh pihakpihak yang memerlukannya.




Setidaknya ada tiga peran yang dapat dimainkan oleh TI:
• Sebagai integrator program dan kegiatan perguruan tinggi, dalam rangka meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas. Peran sebagai integrator sangat penting karena perencanaan program/kegiatan perguruan tinggi sering tidak dilakukan secara terpadu. Banyak kegiatan yang tumpang tindih, dan banyak sumber daya yang tidak teralokasikan secara efisien. Contoh yang mudah dijumpai: penjadwalan kegiatan perkuliahan ditangani sepenuhnya di tingkat program studi, termasuk pengalokasian ruang kuliahnya. Jika dipandang dari aras perguruan tinggi, jadwal kuliah dan alokasi ruang di masing-masing program studi membentuk mosaik-mosaik yang sama sekali tidak indah, karena penugasan dosen menjadi tidak merata (terutama untuk mata kuliah dasar umum yang harus diikuti oleh semua mahasiswa), lebih-lebih untuk utilisasi ruang kelas. Ada program studi yang kesulitan mencari ruang kelas, dan sebaliknya, ada yang tingkat utilisasi ruang kelasnya rendah.
Bagaimana peran TI ? TI dapat membantu memudahkan perencanaan yang lebih terpadu. Penjadwalan dan alokasi ruang dapat dibantu aplikasi komputer yang melakukan perhitunganperhitungan optimalisasi dengan cepat. Tetapi tentu saja TI tetaplah sebagai alat (tool). TI tidak bisa bergerak tanpa didukung oleh kebijakan yang kondusif. Dalam contoh sebelumnya, perlu ada kebijakan sentralisasi penjadwalan ruang di tingkat universitas, sehingga efisiensi bisa diterapkan secara menyeluruh.
Masih banyak contoh lain yang dapat disampaikan di bidang pengelolaan kegiatan akademik, keuangan, ataupun SDM. Dalam peran sebagai integrator, baik bentuk peran TI maupun kebijakan pendukungnya perlu dijelaskan secara eksplisit dalam rencana strategis TI.
• TI sebagai enabler bagi perbaikan/penyempurnaan prosesproses akademik dan administratif serta munculnya layananlayanan baru yang inovatif. Seperti halnya teknologi lainnya, tujuan dasar pemanfaatan TI adalah perbaikan dan penyempurnaan dari apa yang ada saat ini. Manifestasinya bisa berupa tingkat kemudahan, kecepatan, produktivitas, akurasi, efisiensi, dan transparansi yang lebih tinggi. Apa yang dulu tidak bisa dikerjakan, sekarang hal ini menjadi mungkin karena bantuan TI.
Mengingat peran enabler tersebut, perencanaan TI haruslah berorientasi pada pemanfaatan potensi TI untuk perbaikan dan penyempurnaan. Pembatasan pemanfaatan TI, misalnya hanya untuk menggantikan peran manusia (otomatisasi), bisa dianggap sebagai pemborosan karena menyia-nyiakan potensi yang tidak termanfaatkan. Dengan demikian, seorang perencana TI perlu memiliki visi yang jauh ke depan dan mampu mengidentifikasi peluang-peluang yang inovatif.
Proses enabling yang melibatkan TI hampir selalu diikuti dengan kebutuhan akan penyelarasan proses-proses bisnis. Penyediaan layanan KRS on-line misalnya, harus disertai dengan perubahan proses/tahapan KRS. Kewajiban menghadap dosen pembimbing akademik untuk meminta tandatangan otorisasi beban SKS yang akan diambil dapat dihilangkan, karena tugas ini diambil alih oleh komputer. Perubahan proses bisnis memang bukan domain TI, tetapi tanpa melakukan hal ini, implementasi sistem dan teknologi informasi tidak akan banyak bermanfaat. Perencanaan TI harus memperhatikan konsekuensi-konsekuensi semacam ini. Rencana strategis TI perlu memuat pula strategi menghadapi konsekuensi ikutan dari setiap program implementasi TI yang akan dijalankan.
• TI untuk memperluas akses bagi seluruh warga kampus. Ini adalah misi untuk mewujudkan persamaan kesempatan (equal opportunities) atau “TI untuk semua“. Salah satu kelebihan TI adalah daya penetrasinya yang sangat tinggi. TI dapat menjangkau pihak-pihak bahkan yang paling jauh dan terpencil sekalipun. Kemampuan inilah yang dimanfaatkan untuk memperluas akses komunikasi dan menyebarkan informasi ke pihak-pihak yang sebelumnya tidak bisa menikmatinya. Di lingkungan kampuspun hal ini berlaku. Jika sebelumnya tidak semua warga kampus bisa mengakses informasi dari Internet atau berkomunikasi secara elektronis, TI bisa menghapus semua kendala tersebut.
Untuk keperluan yang lebih spesifik, perluasan akses informasi dapat dimanfaatkan pula untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang lebih merata, efektif, dan berkualitas. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses akuisisi pengetahuan, dan hal ini dicapai melalui komunikasi informasi. Mahasiswa mengakses materi kuliah elektronis dari server universitas, dosen mencari informasi di Internet untuk bahan kuliahnya, atau mahasiswa berdiskusi dengan sesamanya lewat forum-forum on-line, semua itu adalah manifestasi komunikasi informasi yang bisa difasilitasi oleh TI.
Sebenarnya ada satu lagi peran keempat, yaitu TI sebagai transformer, mengubah tatanan, budaya, mekanisme, dan nilai-nilai dalam pengelolaan perguruan tinggi. Transformasi akan muncul karena dua hal: penetrasi TI yang konsisten dan dukungan lingkungan yang kondusif. Jika kedua hal ini berlangsung terus menerus, akan terjadi proses akulturasi yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya transformasi budaya dalam pemanfaatan TI dan nilai-nilai yang menyertainya. Sebagai contoh, penggunaan email secara ekstensif dan konsisten dapat mengubah budaya komunikasi menjadi lebih efektif dan efisien.
Belum banyak organisasi, termasuk perguruan tinggi di Indonesia, yang berhasil memanfaatkan TI sebagai transformer. Hal ini dapat dimengerti mengingat kebutuhan daya dorong yang kuat untuk bisa mengatasi inertia (kelembaman), terutama tentang pola pikir dan kebiasaan. Selain itu diperlukan juga daya tahan dan persistensi yang tinggi untuk mengawal proses perubahannya sebelum buah transformasi itu sendiri terlihat. Bagi perguruan tinggi di Indonesia, memberdayakan TI sehingga bisa menjalankan perannya sebagai integrator, enabler, dan pemerluas akses sudah cukup baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar